Refleksi dari Monolog Jumat Agung

https://www.youtube.com/watch?v=5ARZEIwdmfg

Siapakah Allah yang telah menyatakan diri-Nya kepada Abraham, Ishak, dan Yakub? Dialah Elohim Yahweh, Allah Sang Pencipta, Allah Sang Pemelihara, yang membawa bangsa Israel keluar dari perbudakan di Mesir. Dialah Allah Sang Penyelamat yang telah mengutus Putra Tunggal-Nya, Yesus Kristus, ke dalam dunia ini untuk menyerahkan nyawa-Nya sebagai korban penebus dosa dunia. Tidak ada sesembahan lain yang seperti Engkau, ya Elohim Yahweh. Engkau Allah yang selalu hadir di dalam sejarah manusia. Engkau satu-satunya Allah yang layak menerima pujian dan sembah kami.


Mengapa Bapa Yahweh harus mengutus Putra Tunggal-Nya ke dunia yang fana, yang penuh dengan penderitaan dan sengsara ini? Bukankah kunjungan-Nya mengandung risiko besar? Bagaimana jika misi-Nya mengalami kegagalan? Bukankah kemuliaan yang dimiliki-Nya sejak dahulu kala akan hilang? Keputusan-Nya untuk menjadi sama dengan manusia. Sesungguhnya, tidak ada seorangpun manusia yang sanggup menyelesaikan dosanya. Bagaimanapun caranya, manusia berdosa ini tidak akan mungkin dapat menjumpai Allah maha Kudus. Segala upaya manusia menyucikan dosanya adalah kesia-siaan, ibarat menjaring angin. Terpujilah Tuhan, karena anugerah-Nya yang luar biasa dan kasih-Nya yang sempurna telah menebus dan menyelamatkan manusia dari segala dosanya. Yesus Kristus adalah hadiah terindah bagi dunia.


Sungguh, tidak ada seorangpun di dunia ini yang bersedia menderita dan mati untuk menggantikan posisi kita. Tetapi Yesus rela menanggung penderitaan yang seharusnya tidak Ia tanggung. Melewati jalan penderitaan Via Dolorosa dengan memikul salib yang kasar hingga Puncak Kalvari. Dicemooh sepanjang jalan, dicambuk, dipaku tangan dan kaki-Nya, hingga darah mengucur dari bilur-bilur-Nya, dimahkotai dengan mahkota duri, dan lambung-Nya ditusuk oleh lembing. Namun, tidak sepatah kata keluhan pun mengalir dari bibir-Nya. Hingga akhir penderitaan-Nya, dalam keagungan, Yesus berkata “Sudah selesai”. Apakah cukup kita hanya meraung meratap karena miris ketika menghayati penyaliban Yesus? Ataukah kita ikut mengutuk konspirasi antara ahli taurat dan orang-orang Farisi? Tuhan menghendaki kita untuk hidup kudus, mengupayakan keselamatan, melalui hidup benar sesuai dengan yang Tuhan kehendaki.


Kefanaan membuka pintu menuju kekekalan. Kebenaran firman menyadarkan manusia bahwa hidup tidak untuk selamanya di dunia ini, tetapi apa yang kekal akan datang sesudahnya. Mereka yang sadar bahwa hidup di dunia ini sangat singkat seharusnya melakukan apa yang benar di hadapan Allah. Namun, kenyataannya, sekarang ini banyak orang yang justru mendukakan hati Allah. Betapa kejinya dosa atas diri mereka yang mendukakan hati Allah, yaitu mereka yang hanya memikirkan perkara-perkara fana dunia ini. Mereka tidak menyadari bahwa hidup hanya sekali saja, di mana bila telah tiba saatnya, akan kembali menjadi debu.


Tidak ada pengorbanan yang jauh lebih mulia jika dibandingkan dengan pengorbanan seperti yang Yesus Kristus lakukan bagi kita manusia. Bila kita merenungkan pengorbanan-Nya demi keselamatan hidup kekal kita, apakah cukup kita menangis dan meratapi betapa berdosanya kita di hadapan-Nya, lalu setelahnya kita seolah lupa bahwa kita digantikan di kayu salib yang hina oleh-Nya? Kita berlaku seolah kita tidak perlu belas kasih Allah dan kembali hidup bagi diri kita sendiri. Apakah Yesus membutuhkan solidaritas kita? Apakah Yesus membutuhkan belas kasihan kita? Tidak. Tidak sama sekali. Yang Yesus mau, kita menjadi sahabat bagi mereka yang terpinggirkan, kita menjadi rumah bagi mereka yang ditinggalkan, kita menjadi saudara bagi mereka yang terbuang, dan kita membagikan cinta kasih yang telah kita terima dari-Nya.


Tuhan tidak membutuhkan perasaan sentimentil kita. Tidak membutuhkan belas kasih kita atas penderitaan yang dialami-Nya. Tuhan mencari orang-orang yang mau meneruskan pekerjaan-Nya, mereka yang bersedia membawa kematian Kristus dalam dirinya. Menjadi saksi hidup yang bukan sekadar perkataan, tetapi dalam peragaan hidup Yesus, yang membagikan hidup bagi mereka yang tidak dianggap keberadaannya. Hidup yang membagikan hidup bagi orang lain dan menjadi persembahan indah bagi Allah. Itulah satu-satunya pilihan kita untuk hidup bagi Tuhan dan melakukan kehendak-Nya. Tuhan mencari mereka yang mau memeragakan kehidupan-Nya dan terpancar bagi orang lain. Hidup yang sepenuhnya hanya untuk melakukan kehendak Bapa. Hidup yang berbuah manis dan dinikmati Allah.